Tuesday, March 11, 2008

Ujang Ngotot Jual Ginjal

* Demi Biayai Pengobatan Istri

UJANG terlihat murung tatkala ditemui di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) dr Soedono, Kota Madiun, Minggu (9/3/2008). Kendati sang istri, Nur Asnah, 30 –-yang sudah 41 hari dirawat di RS itu—- telah dibebaskan dari biaya perawatan, namun dia tetap sedih.

Betapa tidak. Pria asal Bandung berusia 36 tahun, yang kini mukim di Jl Imam Bonjol No 25Q, Broto Negaran, Kabupaten Ponorogo, tersebut mengaku masih terbelit utang relatif besar, Rp 35 juta rupiah. Karena itulah, dia ngotot hendak menjual ginjalnya, namun sampai kemarin (9/3) belum mematok harga.

"Saya tetap bertekad menjual ginjal saya sampai istri saya sembuh total. Kami tak punya uang lagi, harta-benda sudah terjual semuanya, punya utang sampai Rp 35 juta. Padahal pekerjaan saya hanya jual pakaian,” keluhnya.



Rencana pedagang pakaian keliling ini menjual salah satu organ vital tubuh tersebut muncul setelah istri Ujang, Nur Asnah, sakit gara-gara melahirkan anak kedua secara caesar, 28 Januari 2008 lalu. Sebelum melahirkan di RSUP dr Soedono, Nur dirawat di di Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Muslimat Ponorogo.

Menurut Ujang, sebelum melahirkan bayi kedua yang diberi nama Putri Oviola itu istrinya sehat. Namun, sesudah melahirkan, Nur mengalami banyak gangguan kesehatan, sampai akhirnya tergolek lemah tak berdaya terserang penyakit eklampsia. Sudah begitu, Putri Oliva meninggal dalam usia tujuh hari....

Catatan Surya, eklampsia adalah penyakit yang hanya diderita wanita hamil. Penyakit ini datang mendadak tanpa tanda-tanda awal. Sampai sekarang, penyebabnya belum diketahui pasti.

Ujang menuding istrinya sakit parah gara-gara kelalaian pihak RSIA Muslimat Ponorogo, yang tak mau melakukan operasi caesar saat Nur hendak melahirkan di sana. Padahal, lanjut Ujang, saat pemeriksaan terakhir di RSIA itu, tensi darah istrinya termasuk tinggi yakni 160/100.

"Seharusnya kan perempuan yang dalam kondisi darah tinggi harus ditangani melalui caesar jika melahirkan. Tapi saat itu tim medis RSIA Muslimat malah mengulur-ulur waktu, sampai istri saya tak sadarkan diri," kenang Ujang tatkala diwawancara reporter Surya, Sudarmawan.

Setelah itu, seraya kondisi Nur Asnah semakin kritis, pihak RSIA Muslimat merujuknya ke RSUP dr Soedono Kota Madiun, tempat di mana istri Ujang akhirnya melahirkan secara caesar. Namun, sesudah melahirkan, kondisi Nur tak juga membaik.

Ujang tak menyalahkan tim medis RSUP dr Soedono melainkan RSIA Muslimat Ponorogo. Dia menduga tim medis RSIA di Kota Reog tersebut melakukan malapraktek sehingga istrinya menderita sejak menjelang melahirkan 28 Januari lalu. Menurut Ujang, istrinya Jumat (7/3) lalu baru siuman, dan hanya bisa melihat –-tanpa dapat banyak bergerak—- di Ruang Observasi Wijaya Kusuma.

Itu sebabnya, dia melaporkan kasus istrinya ke Mapolwil Madiun, beberapa hari lalu. Namun, pihak polwil menolak dengan alasan kurang bukti. Maka, Sabtu (8/3), Ujang menuju ke Mapolda Jatim di Surabaya.

"Saya melaporkan dugaan malapraktek RSIA Muslimat Ponorogo dengan terlapor dr Bambang S dan Dirut RSIA dr Anwar Yusuf ke Polda Jatim," tegasnya.

Diwawancara terpisah, Direktur RSUP dr Soedono, dr Akhmad Thamrin, mengungkapkan, pihaknya berusaha membantu Ujang dengan cara membebaskan semua biaya perawatan dan pengobatan Ny Ujang. Selain itu, katanya, keluarga Ujang juga mendapat bantuan dari kalangan ibu-ibu karyawan rumah sakit dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Madiun.

"Kami juga sudah memberitahu Ujang agar tidak memikirkan biaya, yang penting istrinya bisa lekas sembuh," papar dr Akhmad Thamrin.


Di pihak lain, meski bersyukur dan berterimakasih atas bantuan dari RSUP dr Soedono, Ujang tetap ngotot akan menjual ginjal. Alasannya, kendati sudah dibebaskan dari biaya operasi dan perawatan selama di rumah sakit, dirinya masih harus menyediakan biaya rawat jalan.

Selain itu, Ujang juga memiliki banyak utang, yang habis dipakai untuk biaya perawatan Nur sejak hendak melahirkan. “Total utang saya Rp 35 juta....,” ulang Ujang.

Sementara itu, sampai kemarin (9/3) pihak RSIA Ponorogo belum dapat dikonfirmasi tentang laporan Ujang ke Mapolda Jatim. Ketika dihubungi melalui telepon, dijawab salah satu resepsionis RS tersebut Ani agar Surya datang ke sana, Senin (10/3).

Naskah asli dapat dibaca di sini.

Monday, March 10, 2008

Hari Gini Masih Saja Banjir!

PONSEL saya berbunyi, tanda ada SMS masuk. Seraya bangun, saya tengok jam tangan sebelum membuka ponsel. Hari Senin (10/3), pukul 03.05 WIB dini hari. Ternyata SMS kiriman sulung saya, Ariani Setyowati alias Aik, dari Solo. Tumben jam segini dia SMS. “Pak, rumah denok mau banjir lg nich,” bunyi SMS itu.

(Denok yang dimaksud Aik adalah nama panggilan Danik, tantenya, alias adikku yang paling bungsu. Denok tinggal bersama suami dan dua anaknya di Kampung Sewu, Kecamatan Jebres, Solo. Sudah hampir sebulan ini Aik menginap di rumah tantenya itu).

Meski baru memejamkan mata sekitar 60 menit –-saya mapan tidur
pukul 02.00-an—- kantuk saya langsung hilang setelah membaca SMS Aik.


Betapa tidak. Akhir Desember 2007 lalu, tatkala banjir besar melanda sebagian Kota Solo, rumah Erwan, suami Denok, di Kampung Sewu itu ikut menjadi korban. Akibatnya, mereka sekeluarga terpaksa mengungsi berhari-hari di rumah peninggalan orang tua kami di Kampung Slembaran, Serengan, Solo. Kini, mereka terancam kebanjiran lagi....

Saya telepon ponsel Aik. Dia sempat kaget. “Lho, bapak belum tidur, to?” tanya Aik, menjawab ayahnya yang menghubungi dari Surabaya.

Aik kemudian secara singkat cerita tentang kondisi seputar rumah Denok, antara lain bahwa air terus naik. Hal itu terjadi lantaran Kampung Sewu relatif dekat Bengawan Solo, yang airnya membeludak setelah Solo dan sekitarnya diguyur hujan deras berjam-jam.

Saya meminta Aik bilang ke Erwan dan Denok agar bersiap-siap mengungsi lagi jika memang diperlukan. Sesudah itu saya pun kembali tidur. Karena, apa sih yang bisa langsung saya lakukan untuk membantu Denok, yang terpisah jarak 272 km dari saya di Surabaya?

Bangun pagi, saya cek banjir di Solo dan beberapa kota lain via internet, kemudian menelepon Aik lagi. Saya bersyukur, karena rumah Danik ternyata tidak jadi kebanjiran. “Airnya nggak sampai masuk rumah, Pak. Malah akhirnya surut,” tutur Aik, yang sedang berada di Kantor Solopos menjalani magang tentang periklanan.

Hari ini keluarga Denok masih beruntung. Tetapi, jika nanti malam, atau besuk, atau besuknya lagi, hujan kembali turun deras dan lama, siapa yang menjamin rumahnya tetap aman dari air banjir?


Hari ini keluarga Denok masih beruntung. Tetapi, banyak yang tak seberuntung mereka, tak hanya yang tinggal di Kota Solo tetapi juga di kota-kota lain, termasuk sejumlah kota di Jatim seperti Ngawi, Madiun, Nganjuk, Lamongan, dan Kediri.